Kamis, 19 September 2013

"Detik-detik kepergian Rasulullah SAW "


Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya cinta, yang di contohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.
Pagi itu walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu.. Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah.
“Wahai umatku.. kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya, maka taati dan bertakwalah kepada-Nya..”
“Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur’an dan Sunnahku..”
“Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk syurga bersama-sama aku..”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca.
Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.
Usman menghela nafas panjang.
Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba..“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat..
Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.
Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup.
Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurmah yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup daun pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakan tangisannya.
Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggil Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril jelaskan apa hakku di hadapan Allah?” tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatangannya,” kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“wahai Rasulullah, Allah menjamin seperempat umatmu akan masuk syurga,” jawab Jibril.
“Belum cukup membuat aku lega wahai Jibril, tanyakan lagi kepada Allah nasib umatku kelak?”
“Wahai Rasulullah, Allah menjamin separuh dari umatmu akan masuk syurga,” jawab Jibril
“Kabar itu masih belum cukup membuatku lega wahai Jibril, tanyakan dan mohonkan sekali lagi kepada Allah nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir wahai Rasulullah, Allah berfirman kepadaku : “Kuharamkan syurga bagi siapa saja kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugasnya.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal.” Kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah!! Dahsyat nian maut ini, timpakan saja siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu.
Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wama malakat aimanuku. (Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang yang lemah diantaramu).”
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutup tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii..Ummatii..Ummatiiii..”

Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu..
Allahumma sholli’ala Sayyidina Muhammad wabaarik wa salim’alaih..

Kami juga mencintaimu ya Rasulullah..Dan cinta itu..Akan kami buktikan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

cerpen terakhir

BIARKAN CINTA ITU JADI RAHASIAKU Oleh : arifin Suparyadi “Ah, cantiknya dia. Andai aku memilikinya”,gumamku ketika membayangkan Ayun...